hubungan intensitas cahaya dengan laju fotosintesi

Senin, 01 Juli 2013

0 komentar
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Semua makhluk hidup tertentu akan mengalami perkembangan dan pertumbuhan, salah satunya adalah pada tumbuhan hijau. Proses pada perkembangan dan pertumbuhan pada tumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor yang telah mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan dari luar tubuh tumbuhan. Faktor eksternal pada tumbuhan yaitu nutrisi, suhu, cahaya, air, kelembaban, dan oksigen. Faktor internal adalah faktor yang berasal  dari dalam tubuh tumbuhan tersebut. Faktor internalnya yaitu dalam bentuk gen dan hormon.
Tumbuhan adalah makhluk yang tidak bergerak, jadi dia membuat makanan sendiri untuk memenuhi kebutuhannya. Tumbuhan juga men ggantungkan pada faktor lingkungan. Tumbuhan bersifat autrotof, yang artinya dapat membuat makanan sendiri. Organisme fotosintesis disebut fotoautrotof, sedangkan organisme autrotof yang energinya berasal dari zat-zat tertentu dan dan dari oksidasi yang akan menggunakan zat-zat kimia untuk mengubah senyawa anorganik menjadi organik disebut kemoautrotof. Kemoautrotof hidupnya berada di lubang angin hidrotermal di laut yang dalam dan di bebatuan, biasanya dilakukan pada bakteri belerang.
Fotosintesis berasal dari foton yang mana artinya adalah cahaya dan sintesis yang artinya adalah menyusun. Fotosintesis adalah proses tumbuhan untuk menghasilkan karbohidrat dengan bantuan cahaya, karbon dioksida, air, dan zat hara. Tumbuhan menggunakan karbon dioksida, air, dan zat hara untuk menghasilkan gula dan oksigen yang diperlukan tumbuhan sebagai makanannya. Makanan yang dihasilkan akan menentukan ketersediaan energi untuk pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Energi berguna untuk menjalankan proses fotosintesis. Inilah proses fotosintesis yang menghasilkan glukosa:
6H2O + 6CO2 + chaya → C6H12O6 (glukosa) + 6O2
Faktor utama dalam fotosintesis adalah karbondioksida, air dan cahaya. Cahaya matahari berperan penting dalam fotosintesis karena cahaya berpengaruh dalam proses fotosintesis. Fotosintesis merupakan kunci proses metabolisme di dalam tumbuhan. Cahaya matahari memiliki beberapa warna spektrum dengan panjang gelombang tertentu. Panjang gelombang yang dapat diterima pada tumbuhan yang memiliki panjang gelombang 360 nm – 720 nm. Setiap tanaman memiliki sifat berbeda dalam merespon penyinaran dalam satu hari. Perbedaan respon tersebut dinamakan dengan fotoperiodisme.
Pigmen klorofil akan menangkap cahaya. Klorofil terdapat pada organel kloroplas. Di dalam kloroplas terdapat setengah juta setiap mililiter perseginya. Kloroplas terdapat pada jaringan mesofil, mesofil terdapat dua jaringan, yaitu jaringan plastida mesofil dan spons mesofil. Klorofil ada dua, yaitu klorofil-a dan klorofil-b.  Tumbuhan yang berfotosintesis pada jaringan mesofil disebut tumbuhan C3, sedangkan pada tumbuhan C4 fotosintesis berlangsung pada jaringan mesofil dan bundle sheat cells. Sebagian besar energi dihasilkan di daun.
Pada fotosintesis terdapat dua reaksi, yaitu reaksi terang dan reaksi gelap. Dimana reaksi terang adalah reaksi yang membutuhkan cahaya matahari untuk melakukan fotosintesis, sedangkan pada reaksi gelap cahaya matahari tidak berpengaruh pada proses fotosintesis.
Banyak faktor yang mempengaruhi laju fotosintesis, diantaranya suhu, intensitas cahaya, dan karbondioksida. Faktor terpenting dalam fotosintesis adalah cahaya. Cahaya matahari memiliki beberapa spekturum cahaya dan setiap spektrum dapat mempengaruhi proses fotosintesis. Kekurangan cahaya akan mengganggu gejala etiolasi dan proses foto sintesis pada tumbuhan.
1.2 Tujuan
           Mengetahui pengaruh kualitas cahaya terhadap kecepatan fotosintesis tanaman dengan indicator produksi oksigen tiap satuan waktu.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Salah satu proses kehidupan tanaman ialah fotosintesis yang merupakan proses biokimia untuk memproduksi energi terpakai (nutrisi), dimana karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) dibawah pengaruh cahaya diubah ke dalam persenyawaan organik yang berisi karbon dan kaya energy (Pertamawati, 2010). Semua makhluk hidup bergantung pada hasil fotosintesis, karena makhluk hidup selain tumbuhan tidak dapat membuat makanan sendiri. Makhluk hidup yang tidak dapat membuat makanan sendiri disebut dengan heterotof, sedangkan tumbuhan merupakan autrotof. Komponen autrotof berfungsi sebagai produsen (Pertamawati, 2010).Jadi tumbuhan membuat makanan sendiri melalui proses fotosintesis.  
Reaksi fotosintesis dapat terjadi pada semua tumbuhan yang mengandung pigmen klorofill, dan dengan adanya  cahaya  matahari (Rasyid, 2009). Klorofil terdapat pada organel plastida.  Plastida utamanya terdapat pada plastid dan jaringan spons. Klorofil adalah pigmen pemberi warna hijau pada tumbuhan, alga dan bakteri fotosintetik. Pigmen ini berperan dalam proses fotosintesis tumbuhan dengan menyerap dan mengubah energi cahaya menjadi energi kimia (Ai dan Yunia, 2011). Klorofil disebut juga dengan zat hijau daun. Klorofil merupakan komponen kloroplas yang utama dan kandungan klorofil relatif berkorelasi positif dengan laju fotosintesis Li et al., 2006 (Ai, 2012). Proses sintesis karbohidrat dari bahan-bahan anorganik (CO2  dan H2O) pada tumbuhan berpigmen  dengan  bantuan energi cahaya matahari  disebut fotosintesis  dengan persamaan reaksi kimia berikut ini.cahaya matahari 6 CO2  + 6 H2OàC6H12O6  + 6 O2 (Ai, 2012). Hasil fotosintesis tersebut adalah karbohidrat dan glukosa. Di dalam fotosintesis juga merubah energi fisik menjadi kimia dan dapat mengubah senyawa anorganik menjadi senyawa organik.
Fotosintesis dipengaruhi oleh cahaya matahari, tahap pertumbuhan tanaman, pigmen penyerapan cahaya, suhu, ketersediaan CO2dan H2O Anonim, 2012 (dalam Surtinah, 2012). Fotosintesis juga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Fotosintesis merupakan proses perubahan bahan organik tertentu menjadi bahan organic (makanan). Untuk melakukan ini, tumbuhan membutuhkan energi cahaya (Arisworo, 2006). Dimana cahaya matahari adalah sumber energyi. Cahaya matahari merupakan sumber energi dalam proses fotosintesis, sehingga dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetative dan generative (Cahyono, 2002). Faktor cahaya matahari sangat berpengaruh terhadap pembentukan organ vegetativ tanaman, seperti batang, dan daun, serta organ generative seperti bunga dan umbi. Menurut Sri Setya Harjadi 1979 (dalam Samadi, 2007), laju fotosintesis (asimilasi) berbanding lurus dengan intensitas cahaya matahari sampai dengan kira-kira 1.200 food candle. Maka semakin besar intensitas cahaya matahari yang dapat diteima tanaman, semakin cepat pula proses pembentukan umbi dan waktu pembungaan. Tetapi tidak semua panjang gelombang diserap oleh tumbuhan, hanya panjang gelombang tertentu tanaman menyerap cahaya matahari.
Pengaruh intensitas cahaya terhadap pertumbuhan generatif berhubungan dengan tingkat fotosintesis yaitu sumber energi bagi proses pembungaan yang juga melalui mekanisme hormon tanaman (Astuti dan Sri, 2010). Kekurangan cahaya matahari akan menyebabkan proses fotosintesis terganggu, sehingga proses pembentukan organ vegetative dan generative pun terganggu. Akibatnya, tanaman menunjukkan gejala etiolasi, yaitu tanaman tumbuh memanjang, kurus, lemah, dan pucat.  (Cahyono, 2002). Fotosintesis dipengaruhi oleh pengaruh intensitas cahaya, konsentrasi karbondioksida, suhu, kadar air, kadar hasil fotosintesis. Jika intensitas cahaya terlalu tinggi, akan dapat merusak klorofil (Wijaya, 2008). Tidak semua cahaya matahari diserap oleh tumbuhan, pada panjang gelombang tertentu cahaya matahari diserap oleh pigemen yag berada di daun. Pigmen klorofil menyerap lebih banyak  cahaya terlihat pada warna biru (400-450 nanometer) dan merah (650-700 nanometer) dibandingkan hijau (500-600 nanometer) ( Pertamawati, 2010).
BAB 3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan praktikum Agrobiologi pada acara 1, yaitu tentang pengaruh kualitas cahaya terhadap kecepatan fotosintesis dilaksanakan pada hari Sabtu,9 Maret 2012, di laboratorium fisiologi tumbuhan, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Jember. 
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Bahan
1.        Tanaman Hydrilla sp.
2.        Aquades
3.2.2 Alat
1.        Beaker glass 1000 ml
2.        Stopwatch
3.        Hand counter
4.        Pemberat (batu)
5.        Lampu dengan 5 warna berbeda, yaitu merah, kuning, hijau, dan biru serta polikromatik
6.        Pinset
7.        Gunting
8.        Mika 5 warna (menyesuaikan warna lampu)
9.        Benang
3.3 Cara kerja
1.                Menyiapkan lampu dan beaker glass 1000 ml. Isi beaker glass dengan aquades ± ¾ bagian.
2.                Menyiapkan dan memotong bahan Hydrilla sp (pada bagian primer), saat memotong usahakan didalam air.
3.   Memasukkan Hydrilla sp yang sudah dipotong ke dalam dasar beaker glass yang telah berisi aquadest.
4.   Menghidupkan lampu dengan warna-warna yang berbeda kemudian mendiamkan selama 5 menit. Mengamati perubahan yang telah terjadi interval 5 menit.
5.   Menghitung jumlah oksigen yang muncul di permukaan air menggunakan hand counter.
6.   Membandingkan dan menganalisa pengaruh dari warna cahaya terhadap volume oksigen yang dihasilkan.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Warna
Waktu
Jumlah
Polikromatik
5’ (I)
5’ (II)
141
204
Merah
5’ (I)
5’ (II)
40
49
Kuning
5’ (I)
5’ (II)
273
15
Biru
5’ (I)
5’ (II)
0
0
Hijau
5’ (I)
5’ (II)
0
0
4.2 Pembahasan
           Fotosintesis adalah perubahan senyawa anorganik menjadi senyawa organik, terjadi peribahan sifat sifat fisik menjadi kimia. Proses fotosintesis dibantu oleh cahaya matahari, dimana matahari adalah sumber energi. Hasil fotosintesis adalah karbohidrat dan oksigen. Fotosintesis dilakukan pada tumbuhan yang memiliki klorofil (zat hijau daun) yang berada di kloroplas. Sel yang berada di bagian daun yang mengandung klorofil adalah plastida dan jaringan spons, dan bunder sheat bagi tanaman C4.
           Cahaya matahari akan di tangkap oleh klorofil, tepatnya fotosintesis terjadi pada stroma. Reaksi fotosintesis dibagi menjadi dua, yaitu reaksi terang dan gelap. Reaksi terang membutuhkan cahaya. Dalam reaksi terang H2O dan NADP akan diubah menjadi NADPH dan O2. Cahaya akan diserap oleh klorofil, dimana tumbuhan memiliki dua pigmen yang aktif dalam fotosistem, yaitu fotosistem II dan fotosistem I. Fotosistem dua menyerap cahaya dengan panjang gelombang 700 nm dan fotosistemI menyerap cahaya dengan gelombang 680 nm. Cahaya mengionisasi molekul pada fotosistem II, sehingga electron yang berada pada fotosistem II akan terlepas. Elektron yang hilang dalam fotosistem II akan diganti dengan fotolisis air. Elektron yang lepas dari fotosistem II akan di salurkan ke komplek sitokrom, fotosistem I, Ferrodoxin NADP Reducaste (FNR) kemudian ke ATP sintase. Cahaya pada reaksi gelap tidak berpengaruh padafotosintesis. reaksi gelap NADPH2 dan CO2 akan dirubah menjadi NADP, CH2O O2 dan H2O. pada reaksi gelap berpacu pada siklus calvin.
           Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis yaitu cahaya, CO2, air, suhu, pigmen klorofil. Intensitas cahaya yang cukup akan proses fotosintesis pada tumbuhan akan berjalan secara efisien. Konsentrasi CO2 juga mempengaruhi laju fotosintesis karena semakin tinggi CO2 semakin tinggi pula lajureaksinya, tetapi jika terlalu banyak CO2, maka CO2 yang berada dalam tumbuhan akan dibiarkan saja karena pasokan CO2 sudah cukup untuk tumbuhan itu sendiri. Fungsi air pada fotosintesis yaitu tempat untuk membukanya stomata, karena jika kekurangan air maka stomata akan tertutup dan akan menghalangi masuknya CO2. Faktor suhu pada fotosintesis berpengaruh pada enzim, jika semakin tinggi suhunya maka enzimnya akan rusak dan tumbuhan akan mati secara bertahap. Pigmen klorofil ini akan berguna untuk berlangsungnya fotosintesis.
           Di dalam praktikum ini mengggunakan Hydrilla sebagai bahan pengamatan, karena hydrilla hidup di air, dan hydrilla merupakan tumbuhan monokotil. Batang hydrilla ramping dan lunak, sehingga memudahkan untuk di potongnya tanaman tersebut di dalam media. Hydrilla sendiri juga tumbuhan hijau, jadi hydrilla memiliki klorofil yang berguna untuk fotosintesis.
           Di dalam pengamatan pada 5 menit pertama pada warna polikrom terdapat 141 gelembung, merah 40 gelembung, kuning 373 gelembung, biru 0 gelembung, dan hijau terdapat 0 gelembung, dimana gelembung tersebut adalah oksigen yang merupakan hasil fotosintesis.  Pada lima menit kedua pada warna polikrom terdapat 204 gelembung, merah 49 gelembung, kuning 15 gelembung, biru 0 gelembung, dan hijau terdapat 0 gelembung. Perbedaan gelembung pada 5 menit pertama dan 5 menit kedua dipengaruhi oleh adanya intensitas cahaya matahari yang menyinari tanaman tersebut.
Intensitas cahaya yang optimum sangat baik untuk fotosintesis, sebaliknya jika intensitas yang terlalu besar ataupun terlalu rendah maka dapat menghambat berlangsungnya proses fotosintesis. Hasil pengamatan ini warna kuning lebih banyak gelembungnya dari pada warna merah, seharusnya warna merah leabih banyak gelembungnya karena panjang gelombang pada warna merah lebih besar yaitu sekitar 650-700 nm. Mungkin karena faktor dari Hydrilla sendiri yang  lebih tua( sistem organnya ada yang rusak), sudah dalam bentuk potongan- potongan, kalau tidak begitu berarti sistem perlakuan kelompok kami terhadap Hydrilla kurang baik.
Pada warna biru terdapat 0 gelembung, karena warna biru warnanya redup. Sedangkan pada warna merah, kuning, dan polikromatik warnanya terang, semakin terang atau semakin besar panjang gelombang semakin banyak gelembungnya. Pada warna hijau terdapat 0 gelembung, karena pada tumbuhan warna hijau tidak diserap, melainkan memantulkan warna hijau. Menurut saya, sifat perlakuan yang sangat baik menurut teori adalah fotosintesis yang menggunakan warna merah, karena akan ada banyak gelembung yang keluar, tetapi jika dilihat dari hasil pengamatan, fotosintesis baik pada warna polikromatik, karena setiap 5 menit gelembungnya meningkat.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
           Fotosintesis adalah proses pembentukan karbohidrat dan oksigen dengan bantuan cahaya matahari. Hanya panjang gelombang tertentu cahaya matahari diserap oleh pigmen yang berada di daun. Semakin tinggi panjang gelombang, semakin banyak pula gelembungnya. Gelembung tersebut ialah oksigen yang merupakan hasil fotosintesis.
5.2 Saran
                  Di dalam praktikum ini harus memperhatikan gelembung-gelembung oksigen hasil fotosintesis yang keluar pada 5 menit pertama dan 5 menit kedua, agar kita tau pengaruh kualitas cahaya terhadap kecepatan berfotosintesisnya tanaman.

DAFTAR PUSTAKA
Ai, N.S. 2012. Evolusi Fotosintesis pada Tumbuhan. Jurnal Ilmiah Sains, 12(1): 28-34
Ai, N.S dan Yunia, B.2011. Konsesntrasi Klorofil Daun sebagai Indikator Kekurangan Air pada Tanaman. Jurnal Ilmiah sains, 11(2): 166-173.
Arisworo, D, dkk. 2006. Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Grafindo
Astuti, T dan Sri, D. 2010. Produksi Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) yang Diperlakukan dengan Naungan Volume Penyiraman Air yang Berbeda. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, 11(1): 19-28
Cahyono, B. 2002. Wortel Teknik BUdodaya dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta: Kanisius.
Pertamawati. 2010. Fotoautrotof secara In Vitro. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, 12(1): 31-37
Rasyid, A. 2009. Distribusi Klorofil-a pada Musim Peralihan Barat-Timur di Perairan         Spermonde  Propinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Sains & Teknologi, 9(2): 125-132
Samadi, B. 2007. Kentang dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta: Kanisius
Surtinah. 2012. Korelasi Antara Waktu Panen dan Kadar Gula Biji Jagung Manis (Zea mays saccharata  Sturt). Jurnal Ilmiah Pertanian, 9(1): 1-6
Wijaya, A, dkk. 2008. Ipa Terpadu VIIIA. Jakarta: Grafindo

perkecambahan

0 komentar
Perkecambahan
Menurut Elisa (2006), perkecambahan adalah proses pengaktifan kembali aktivitas pertumbuhan embryonic axis di dalam biji yang terhenti untuk kemudian membentuk bibit. Selama proses pertumbuhan dan pemasakan biji, embryonic axis juga tumbuh. Secara visual dan morfologis, suatu biji yang berkecambah umumnya ditandai dengan terlihatnya radikel atau plumula yang menonjol keluar dari biji.
Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Pada tanaman, tahapan dalam perkecambahannya terdiri dari:
  1. Proses penyerapan air (imbibisi)
Proses penyerapan air atau imbibisi berguna untuk melunakkan kulit biji dan menyebabkan pengembangan embrio dan endosperma. Hal ini menyebabkan pecah atau robeknya kulit biji. Selain itu, air memberikan fasilitas untuk masuknya oksigen ke dalam biji. Dinding sel yang kering hampir tidak permeabel untuk gas, tetapi apabila dinding sel di-imbibisi oleh air, maka gas akan masuk ke dalam sel secara difusi.
Apabila dinding sel kulit biji dan embrio menyerap air, maka suplai oksigen meningkat kepada sel-sel hidup sehingga memungkinkan lebih aktifnya pernapasan. Sebaliknya CO2 yang dihasilkan oleh pernapasan tersebut lebih mudah mendifusi keluar. Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan penyerapan air oleh biji yaitu: permeabilitas kulit biji, konsentrasi air, suhu, luas permukaan biji yang kontak dengan air, daya intermolekuler.
Biji yang ditempatkan pada suatu lingkungan yang basah maka molekul air yang ada di luar akan mulai berdifusi ke dalam biji. Ketika molekul itu sudah berhasil melalui selaput pembungkus biji sebagian diantaranya ada yang diserap sehingga menyebabkan terjadinya peristiwa imbibisi (peristiwa penyerapan air ke dalam ruangan antar dinding sel, sehingga dinding selnya akan mengembang). Sedangkan molekul air yang lainnya akan berpindah melalui membran sitoplasma yang permeabel dengan cara osmosis menuju vakuola sel-sel hidup yang ada dalam biji sehingga dari sinilah awal biji dapat berkecambah (Ferry and Ward, 1959).
Perkecambahan merupakan bagian yang sangat penting dari siklus hidup tumbuhan berbiji. Hasil perkecambahan adalah pertumbuhan calon akar dan calon tunas. Secara visual dan morfologis suatu biji yang berkecambah umumnya ditandai dengan akar dan daun yang menonjol keluar dari biji (Kamil, 1992). Rangkaian proses-proses fisiologis yang berlangsung pada perkecambahan adalah (1) penyerapan air secara imbibisi dan osmose, (2) pencernaan atau pemecahan senyawa menjadi bermolekul lebih kecil, sederhana, larut dalam air dan dapat diangkut, (3) pengangkutan hasil pencernaan, (4) asimilasi atau penyusunan kembali senyawa hasil pencernaan, (5) pernafasan atau respirasi yang merupakan perombakan cadangan makanan, dan (6) pertumbuhan pada titik-titik tumbuh (Kamil, 1992).
Proses-proses perkecambahan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan faktor-faktor lingkungan seperti air, O2, cahaya dan suhu. Air berperan dalam melunakkan kulit biji, memfasilitasi masuknya O2, dan alat transportasi makanan. Cahaya merupakan sumber energi pada perkecambahan yang dapat mempengaruhi perangsangan dan percepatan proses pertumbuhan kecambah. Suhu berperan pada tingkat kecukupan oksigen dalam perkecambahan. Pada suhu tinggi, O2 tidak mencukupi untuk perkecambahan ketika suhu diturunkan, O2 menjadi tercukupi. O2 dibutuhkan pada proses oksidasi untuk membentuk energi perkecambahan. Udara di alam yang mengandung 20% O2 sudah membantu perkecambahan karena proses perkecambahan hanya butuh 0,3% O2 (Kamil, 1992).

 
  1. Aktivasi enzim
Aktivasi enzim terjadi setelah benih berimbibisi dengan cukup. Enzim-enzim yang teraktivasi pada proses perkecambahan ini adalah enzim hidrolitik seperti α-amilase yang merombak amylase menjadi glukosa, ribonuklease yang merombak ribonukleotida, endo-β-glukanase yang merombak senyawa glukan, fosfatase yang merombak senyawa yang mengandung P, lipase yang merombak senyawa lipid, peptidase yang merombak senyawa protein.

 
  1. Inisiasi pertumbuhan embrio
Proses ini terjadi setelah semua proses imbibisi, aktivasi enzim, dan katabolisme cadangan makanan berjalan. Proses ini ditandai oleh meningkatnya bobot kering embryonic axis,dan menurunnya bobot kering endosperma.

 
  1. Munculnya radikel
Munculnya radikel adalah tanda bahwa proses perkecambahan telah sempurna. Proses ini akan diikuti oleh pemanjangan dan pembelahan sel-sel. Proses pemanjangan sel ada dua fase yakni; fase 1 (fase lambat) dimana pemanjangan sel tidak diikuti dengan penambahan bobot kering dan fase 2 (fase cepat), yang diikuti oleh penambahan bobot segar dan bobot kering.

 
  1. Pemantapan kecambah
Kecambah mulai mantap setelah ia dapat menyerap air dan berfotosintesis (autotrof). Semula, ada masa transisi antara masih disuplai oleh cadangan makanan sampai mampu autotrof. Saat autotrof dicapai proses perkecambahan telah sempurna.

 
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkecambahan Tanaman
  1. Faktor Internal
Faktor internal yang mempengaruhi proses perkecambahan adalah :
  1. Kemasakan benih
    Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai, tidak mempunyai viabilitas tinggi. Diduga pada tingkatan tersebut benih belum memiliki cadangan makanan yang cukup dan juga pembentukan embrio yang belum sempurna.
  2. Ukuran benih
    Di dalam jaringan penyimpanannya, benih memiliki karbohidrat, protein, lemak dan mineral. Bahan-bahan ini diperlukan sebagai bahan baku dan energi bagi embrio pada saat perkecambahan. Diduga bahwa benih yang berukuran besar dan berat mengandung cadangan makanan lebih banyak dibandingkan dengan benih yang kecil, mungkin pula embrionya lebih besar.

 
  1. Dormansi
Suatu benih dikatakan dorman apabila benih itu sebenarnya viabel (hidup) tetapi tidak mau berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan lingkungan yang memenuhi syarat bagi perkecambahannya. Tipe dormansi pada adalah after ripening.
  1. Hormon
Tidak semua hormon tumbuhan (fitohormon) bersifat mendukung proses perkecambahan, adapula beberapa fitohormon yang menghambat proses perkecambahan. Fitohormon yang berfungsi merangsang pertumbuhan perkecambahan antara lain : Auksin, yang berperan untuk : Mematahkan dormansi biji dan akan merangsang proses perkecambahan biji. Perendaman biji dengan auksin dapat membantu menaikkan kuantitas hasil panen serta dapat memacu proses terbentuknya akar.
Giberelin, yang berperan dalam mobilisasi bahan makanan selama fase perkecambahan. Pertumbuhan embrio selama perkecambahan bergantung pada persiapan bahan makanan yang berada di dalam endosperma. Untuk keperluan kelangsungan hidup embrio maka terjadilah penguraian secara enzimatik yaitu terjadi perubahan pati menjadi gula yang selanjutnya ditranslokasikan ke embrio sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya. Peran giberelin diketahui mampu meningkatkan aktivitas enzim amilase.
Sitokinin, yang akan berinteraksi dengan giberelin dan auksin untuk mematahkan dormansi biji. Selain itu, sitokinin juga mampu memicu pembelahan sel dan pembentukan organ.
Fitohormon yang berfungsi sebagai penghambat perkecambahan antara lain : Etilene, yang berperan menghambat transportasi auksin secara basipetal dan lateral. Adanya etilen dapat menyebabkan rendahnya konsentrasi auksin dalam jaringan. Meskipun begitu, pada tanaman, etilene juga mampu menstimulasi perpanjangan batang, koleoptil dan mesokotil. Asam absisat (ABA), yang bersifat menghambat perkecambahan dengan menstimulasi dormansi benih. Selain itu, asam absisat akan menghambat proses pertumbuhan tunas.
  1. Faktor Eksternal
    Faktor Eksternal yang mempengaruhi proses perkecambahan adalah :
  1. Air
Air salah satu syarat penting bagi berlangsungnya proses perkecambahan benih. Fungsi air pada perkecambahan biji antara lain; Air yang diserap oleh biji berguna untuk melunakkan kulit biji dan menyebabkan pengembangan embrio dan endosperma hingga kulit biji pecah atau robek. Air juga berfungsi sebagai fasilitas masuknya oksigen ke dalam biji melalui dinding sel yang di-imbibisi oleh air sehingga gas dapat masuk ke dalam sel secara difusi. Selain itu, air juga berguna untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan sejumlah proses fisiologis dalam embrio seperti pencernaan, pernapasan, asimilasi dan pertumbuhan. Proses-proses tersebut tidak akan berjalan secara normal, apabila protoplasma tidak mengandung air yang cukup. Air juga Sebagai alat transportasi larutan makanan dari endosperma kepada titik tumbuh pada embryonic axis, yang mana diperlukan untuk membentuk protoplasma baru.

 
  1. Temperatur
Temperatur merupakan syarat penting yang kedua bagi perkecambahan benih. Tetapi ini tidak bersifat mutlak sama seperti kebutuhan terhadap air untuk perkecambahan, dimana biji membutuhkan suatu level hydration minimum yang bersifat khusus untuk perkecambahan.
Dalam proses perkecambahan dikenal adanya tiga titik suhu kritis yang berbeda yang akan dialami oleh benih. Dan tiga titik suhu kritis tersebut dikenal dengan istilah suhu cardinal yang terdiri atas pertama, suhu minimum, yakni suhu terkecil dimana proses perkecambahan biji tidak akan terjadi selama periode waktu perkecambahan. Bagi kebanyakan benih tanaman, termasuk kisaran suhu minimumnya antara 0 – 5oC. Jika benih berada di tempat yang bersuhu rendah seperti itu, maka kemungkinan besar benih akan gagal berkecambah atau tetap tumbuh namun dalam keadaan yang abnormal.
Kedua, suhu optimum yakni suhu dimana kecepatan dan persentase biji yang berkecambah berada pada posisi tertinggi selama proses perkecambahan berlangsung. Temperatur ini merupakan temperatur yang menguntungkan bagi berlangsungnya perkecambahan benih. Suhu optimum berkisar antara 26,5 – 35oC. Serta yang ketiga adalah suhu maksimum, yakni suhu tertinggi dimana perkecambahan masih mungkin untuk berlangsung secara normal. Suhu maksimum umumnya berkisar antara 30 – 40oC. Suhu diatas maksimum biasanya mematikan biji, karena keadaan tersebut menyebabkan mesin metabolisme biji menjadi non aktif sehingga biji menjadi busuk dan mati.

 
  1. Oksigen
Faktor oksigen berkaitan dengan proses respirasi. Pada saat perkecambahan berlangsung, proses respirasi akan meningkat disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan karbon dioksida, air dan energi yang berupa panas. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan mengakibatkan terhambatnya proses perkecambahan benih.
Perkecambahan biji dipengaruhi oleh komposisi udara sekitarnya. Umumnya biji akan berkecambah pada kondisi udara yang mengandung 20% O2 dan 0,03% CO2 memiliki kemampuan untuk berkecambah pada keadaan yang kurang oksigen. Biji dapat berkecambah baik di tempat dengan kelembaban tinggi, bahkan bisa berkecambah 4 – 5 cm di bawah permukaan air, hanya saja yang lebih dahulu akan keluar bukan radikel melainkan plumulanya.

 
4. Cahaya
Hubungan antara pengaruh cahaya dan perkecambahan benih dikontrol oleh suatu sistem pigmen yang dikenal sebagai fitokrom, yang tersusun dari chromophore dan protein. Chromophore adalah bagian yang peka pada cahaya. Fitokrom memiliki dua bentuk yang sifatnya reversible (bolak-balik) yaitu fitokrom merah yang mengabsorbsi sinar merah dan fitokrom infra merah yang mengabsorbsi sinar infra merah.
Bila pada benih yang sedang berimbibisi diberikan cahaya merah, maka fitokrom merah akan berubah menjadi fitokrom infra merah, yang mana menimbulkan reaksi yang merangsang perkecambahan. Sebaliknya bila diberikan cahaya infra merah, fitokrom infra merah akan berubah menjadi fitokrom merah yang kemudian menimbulkan reaksi yang menghambat perkecambahan. Dalam keadaan tanpa cahaya, dengan adanya oksigen dan temperatur yang rendah, proses perubahan itu akan berlangsung lambat. Pada keadaan di alam, cahaya merah mendominasi cahaya infra merah sehingga pigmen fitokrom diubah ke bentuk fitokrom infra merah yang aktif.

Memahami peran pupuk daun bagi tanaman

1 komentar
MEMAHAMI PERAN PUPUK DAUN BAGI TANAMAN
Meskipun tidak sebanyak dan ‘sepopuler’ pupuk akar, penggunaan pupuk daun atau foliar oleh para petani saat ini sudah sangat lazim. Terlebih untuk memenuhi kebutuhan nutrisi mikro tanaman sekaligus melengkapi pemupukan yang diberikan melalui akar.

Layaknya makhluk hidup lainnya, tanaman juga memerlukan makanan atau nutrisi untuk kelangsungan hidupnya. Pemenuhan nutrisi itu sendiri bisa dilakukan dengan cara pemupukan, baik pemberian pupuk secara langsung melalui tanah yang kemudian akan diserap oleh akar tanaman, ataupun melalui penyemprotan pada bagian daun.

Penyemprotan pupuk secara langsung pada bagian daun tanaman atau juga dikenal dengan istilah foliar feeding itu sendiri merupakan salah satu teknik pemenuhan nutrisi bagi tanaman yang saat ini sudah biasa diterapkan petani, terutama untuk memenuhi kebutuhan nutrisi mikro tanaman, seperti: Fe, Zn, Cu, Mo, dan Ca.

Dari keterangan yang dirilis Laboratorium Fisiologi Tanaman Departemen Bioteknologi PT. BISI International Tbk, pada prinsipnya semua nutrisi, baik makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) maupun mikro, bisa diaplikasikan melalui daun. Hanya saja yang perlu menjadi pertimbangan adalah tingkat kelarutan dan konsentrasi nutrisi serta faktor lingkungan yang mempengaruhi seberapa lama nutrisi tersebut berada pada larutan di permukaan daun.

Bagian daun sendiri juga memiliki keterbatasan dalam penyerapan nutrisi dibandingkan akar, sehingga aplikasi pemupukan melalui daun akan lebih tepat untuk pemenuhan kebutuhan nutrisi mikro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang sedikit sekaligus untuk mendukung pemupukan yang diberikan melalui akar.

Daun pun bisa menyerap nutrisi
Berbagai studi penelitian menunjukkan bahwa daun ataupun bagian tanaman lain yang ada di atas tanah juga mampu menyerap bahan kimia dan nutrisi. Penyerapan nutrisi oleh tanaman bukan merupakan suatu fungsi yang terbatas pada akar. Sejumlah penelitian lapang juga secara jelas menunjukkan bahwa serapan nutrisi dari pupuk daun pada bagian daun tanaman mampu ditranslokasikan ke bagian buah. Seperti pengujian pada kapas yang menunjukkan bahwa aplikasi N melalui pupuk daun dapat diserap secara cepat oleh daun, 30% dalam satu jam, dan mampu ditranslokasikan ke bagian buah terdekat dalam waktu 6-8 jam setelah aplikasi.

Laboratorium Fisiologi Tanaman Departemen Bioteknologi PT. BISI International Tbk sendiri juga telah melakukan sejumlah pengujian terhadap pupuk daun, di antaranya adalah pupuk kalsium dan pupuk mikro hasil formulasi Laboratorium Fisiologi Tanaman. Dari hasil pengujian pada beberapa jenis tanaman menunjukkan respon yang positif, yang ditandai dengan peningkatan hasil. Penampilan tanamannya pun juga lebih bagus dibandingkan dengan kontrol tanpa aplikasi pupuk daun (lihat tabel 1).
 
Ada juga penelitian lain yang membandingkan tingkat keefektifan aplikasi pupuk melalui daun dengan aplikasi pupuk melalui tanah (lihat tabel 2). Dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa aplikasi pupuk daun pada unsur dan tanaman tertentu melalui penyemprotan lebih efektif 12-100 kali dibandingkan aplikasi langsung pada tanah. Misalkan pada pupuk daun yang mengandung nutrisi magnesium yang diaplikasikan pada tanaman sorgum, pemberian 1 gram pupuk daun setara dengan pemberian 100 gram nutrisi tersebut melalui akar.
Ketersediaan nutrisi yang siap pakai akan lebih mudah dimanfaatkan, karena secara langsung tersedia bagi tanaman dan tidak perlu dihancurkan oleh kelembaban sebelum meresap ke dalam tanah serta kemungkinan diperlakukan untuk insolubalisasi oleh anion seperti karbonat, bikarbonat, dan hydroxide yang dikenal sebagi fiksasi.

Selain keunggulan tersebut, pupuk daun juga memiliki kelemahan, antara lain: kemungkinan terjadinya daun yang terbakar, masalah kelarutan, khususnya dengan air dingin, perlu menyesuaikan kondisi cuaca saat aplikasi, penyerapan yang tidak efisien ketika pH terlalu tinggi (dengan boron dan potassium), inkompatibilitas dengan bahan kimia tertentu, ketidak mampuan untuk mensuplai nutrisi yang cukup jika defisiensi parah, dan kemungkinan ketidak efisienan serapan dengan bertambahnya umur daun dalam kanopi atau dalam kondisi kekeringan.

Ada dua rute
Setidaknya ada dua kemungkinan jalan yang bisa digunakan untuk penetrasi nutrisi yang terkandung pada pupuk daun ke bagian tanaman, yang pertama melalui kutikula eksternal, dan yang kedua melalui stomata. Hanya saja, yang umum berlaku adalah sebagian besar serapan nutrisi terjadi melalui kutikula daun.

Oleh karena itu, waktu aplikasi pupuk daun yang tepat adalah pada saat awal pagi hari dan akhir siang hari. Pasalnya, pada waktu-waktu itulah serapan nutrisi pada daun paling tinggi, sementara saat tengah hari serapannya paling rendah.

Hal itu terkait dengan sifat kutikula daun sendiri, dimana saat terjadi kekurangan air akan meningkatkan jumlah lilin kutikula dan mengubah komposisi lilin menjadi lebih hidrofobik yang secara signifikan akan menurunkan serapan nutrisi dari pupuk daun.

Kutikula daun mewakili barrier utama dalam penyerapan nutrisi pupuk daun. Diasumsikan pula bahwa semua serapan larutan air dan substansi yang terlarut terjadi semata-mata melalui kutikula daun, dan tidak melalui stomata. Terdapat dua jalur bagi bahan kimia eksogen masuk dari permukaan daun ke dalam symplast, yaitu melalui rute lipoidal dan aqueous.

Bahan yang masuk ke dalam kutikula pada larutan lipoidal utamanya berbentuk non-polar, bentuk undissosiasi. Sedangkan bahan yang masuk melalui rute aqueous bergerak lebih lambat, dan penetrasinya sangat diuntungkan oleh kejenuhan atmosfer.

Serapan elemen nutrisi melalui kutikula sendiri tergantung pada bentuk elemennya, apakah dalam bentuk inorganik atau dikombinasikan dalam bentuk organik, konsentrasi ionnya, dan kondisi lingkungan yang ada dan mempengaruhi berapa lama nutrisi berada pada larutan di permukaan daun.

Transpirasi

0 komentar
TRANSPIRASI
A. Pengertian Transpirasi
Transpirasi adalah proses hilangnya air dalam bentuk uap air dari jaringan hidup tanaman yang terletak di atas permukaan tanah melewati stomata, lubang kutikula, dan lentisel. Transpirasi merupakan pengeluaran berupa uap H2O dan CO2, terjadi siang hari saat panas, melaui stomata (mulut daun) dan lentisel (celah batang). Transpirasi berlangsung melalui bagian tumbuhan yang berhubungan dengan udara luar, yaitu melalui pori-pori daun seperti stomata, lubang kutikula, dan lentisel oleh proses fisiologi tanaman.
Transpirasi adalah terlepasnya air dalam bentuk uap air melalui stomata dan kutikula ke udara bebas (evaporasi). Jadi semakin cepat laju transpirasi berarti semakin cepat pengangkutan air dan zat hara terlarut, demikian pula sebaliknya. Alat untuk mengukur besarnya laju transpirasi melalui daun disebut fotometer atau transpirometer.
Transpirasi dalam tanaman atau terlepasnya air melalui kutikula hanya 5-10% dari jumlah air yang ditranspirasikan. Air sebagian besar menguap melalui stomata, sekitar 80% air ditranspirasikan berjalan melewati stomata, sehingga jumlah dan bentuk stomata sangat mempengaruhi laju transpirasi. Selain itu transpirasi juga terjadi melalui luka dan jaringan epidermis pada daun, batang, cabang, ranting, bunga, buah dan akar.
Tidak semua tumbuhan mengalami proses transpirasi. Sedangkan pada tumbuhan yang mengalami proses ini, transpirasi terkadang terjadi secara berlebihan sehingga mengakibatkan tumbuhan kehilangan banyak air dan lama kelamaan layu sebelum akhirnya mati.
B. Macam-Macam Transpirasi
Ada tiga tipe transpirasi yaitu :
a. Transpirasi Kutikula
Adalah evaporasi(penguapan) air yang tejadi secara langsung melalui kutikula epidermis. Kutikula daun secara relatif tidak tembus air, dan pada sebagian besar jenis tumbuhan transpirasi kutikula hanya sebesar 10 persen atau kurang dari jumlah air yang hilang melalui daun-daun. Oleh karena itu, sebagian besar air yang hilang terjadi melalui stomata.
b. Transpirasi Stomata
Adalah Sel-sel mesofil daun tidak tersusun rapat, tetapi diantara sel-sel tersebut terdapat ruang-ruang udara yang dikelilingi oleh dinding-dinding sel mesofil yang jenuh air. Air menguap dari dinding-dinding basah ini ke ruang-ruang antar sel, dan uap air kemudian berdifusi melalui stomata dari ruang-ruang antar sel ke atmosfer di luar. Sehingga dalam kondisi normal evaporasi membuat ruang-ruang itu selalu jenuh uap air. Asalkan stomata terbuka, difusi uap air ke atmosfer pasti terjadi kecuali bila atmosfer itu sendiri sama-sama lembab.
c. Transpirasi Lentikuler
Lentisel adalah daerah pada kulit kayu yang berisi sel-sel yang tersusun lepas yang dikenal sebagai alat komplementer, uap air yang hilang melalui jaringan ini sebesar 0.1 % dari total transpirasi
C. Mekanisme Transpirasi
Pada transpirasi, hal yang penting adalah difusi uap air dari udara yang lembab di dalam daun ke udara kering di luar daun. Kehilangan air dari daun umumnya melibatkan kekuatan untuk menarik air ke dalam daun dari berkas pembuluh yaitu pergerakan air dari sistem pembuluh dari akar ke pucuk, dan bahkan dari tanah ke akar. Ada banyak langkah dimana perpindahan air dan banyak faktor yang mempengaruhi pergerakannya.
Air diserap ke dalam akar secara osmosis melalui rambut akar, sebagian besar bergerak menurut gradien potensial air melalui xilem. Air dalam pembuluh xilem mengalami tekanan besar karena molekul air polar menyatu dalam kolom berlanjut akibat dari penguapan yang berlangsung di bagian atas. Sebagian besar ion bergerak melalui simplas dari epidermis akar ke xilem, dan kemudian ke atas melalui arus transportasi.
D. Faktor Yang Mempengaruhi Transpirasi Tumbuhan
Kegiatan transpirasi terpengaruh oleh banyak faktor baik faktor-faktor dalam maupun faktor-faktor luar,
1. Yang terhitung sebagai faktor-faktor dalam adalah:
• Besar kecilnya daun
• Tebal tipisnya daun
• Berlapiskan lilin atau tidaknya permukaan daun
• Banyak sedikitnya bulu di permukaan daun
• Banyak sedikitnya stomata
• Bentuk dan lokasi stomata
Video : Struktur Daun
Struktur daun:
Hal-hal ini semua mempengaruhi kegiatan transpirasi
a. Bentuk serta distribusi stomata
Lubang stomata yang tidak bundar melainkan oval itu ada sangkut paut dengan intensitas pengeluaran air. Juga yang letaknya satu sama lain di perantaian oleh suatu juga jarak yang tertentu itu pun mempengaruhi intensitas penguapan. Jika lubang-lubang itu terlalu berdekatan maka penguapan dari lubang yang satu malah menghambat penguapan dari lubang yang berdekatan.
b. membuka dan menutupnya stomata
mekanisme mebuka dan menutupnya stomata berdasarkan suatu perubahan turgor itu adalah akibat dari perubahan nilai osmosis dari isi sel-sel penutup.
c. banyaknya stomata
pada tanaman darat umumnya stomata itu kedapatan pada permukaan daun bagian bawah. Pada beberapa tanaman permukaan atas dari daun pun mempunyai stomata juga. Temperatur berpengaruh pada membuka dan menutupnya stomata. Pada banyak tanaman stoma tidak berserdia membuka jika temperatur ada disekitar 0 derajat celcius
Bagian-bagian Stomata:
Video pendukung: Bagian Stomata video
2. Faktor-faktor luar yang mempengaruhi transpirasi
• Sinar matahari
Sinar menyebabkan membukanya stoma dan gelap menyebabkan menutupnya stoma jadi banyak sinar mempercepat transpirasi
• Temperatur
Pengaruh temperatur terhadap transpirasi daun dapat pula ditinjau dari sudut lain yaitu didalam hubungannya dengan tekanan uap air didalam daun dan tekanan uap air diluar daun, kenaikan temperatur menambah tekanan uap didalam daun.
• Kelembaban udara
• Angin
• Keadaan air didalam tanah
Walaupun beberapa jenis tumbuhan dapat hidup tanpa melakukan transpirasi, tetapi jika transpirasi berlangsung pada tumbuhan agaknya dapat memberikan beberapa keuntungan bagi tumbuhan tersebut misalnya dalam:
• Mempercepat laju pengangkutan unsur hara melalui pembuluh xylem
• Menjaga turgiditas sel tumbuhan agar tetap pada kondisi optimal
• Sebagian salah satu cara untuk menjaga stabilitas suhu.
F. Cara Pengukuran Transpirasi
Pengukuran laju transpirasi tidaklah terlalu mudah dilakukan. Kesulitan utamanya adalah karena semua cara pengukuran traspirasi mengharuskan penempatan suatu tumbuhan dalam berbagai kondisi yang mempengaruhi laju transpirasi. Ada empat cara laboratorium untuk menaksir laju transpirasi :
1. Kertas korbal klorida
Pada dasarnya cara ini adalah pengukuran uap air yang hilang ke udara yang diganti dengan pengukuran uap air yang hilang ke dalam kertas kobal klorida kering. Kertas ini berwarna biru cerah dan tetapi menjadi biru pucat dan kemudian berubah menjadi merah jambu bila menyerap air. Sehelai kecil kertas biru cerah ditempelkan pada permukaan daun dan ditutup dengan gelas preparat. Demikian juga bagian bawah daun. Waktu yang diperlukan untuk mengubah warna biru kertas menjadi merah jambu dijadikan ukuran laju kehilangan air dari bagian daun yang ditutup kertas.
2. Potometer
Alat ini mengukur pengambilan air oleh sebuah potongan pucuk, dengan asumsi bahwa bila air tersedia dengan bebas untuk tumbuhan, jumlah air yang diambil sama dengan jumlah air yang dikeluarkan oleh transpirasi.
3. Pengumpulan uap air yang ditranspirasi
Cara ini mengharuskan tumbuhan atau bagian tumbuhan dikurung dalam sebuah bejana tembus cahaya sehingga uap air yang ditranspirasikan dapat dipisahkan.
4. Penimbangan langsung
Pengukuran transpirasi yang paling memuaskan diperoleh dari tumbuhan yang tumbuh dalam pot yang telah diatur sedemikan rupa sehingga evaporasi dari pot dan permukaan tanah dapat dicegah. Kehilangan air dari tumbuhan ini dapat ditaksir untuk jangka waktu tertentu dengan penimbangan langsung
Cara lain pengukuran Transpirasi
1. Metode lisimeter atau metode grafimeter
Dua abad yang lalu, Stephen Hales mempersiapkan tanaman dalam pot dan tanamannya yang ditutup rapat agar air tidak hilang, kecuali dari tajuknya yang bertranspirasi kemudian, tanaman dalam pot itu ditimbang pada selang waktu tertentu, dan arena jumlah air yang digunakan untuk pertumbuhan tanaman ( misalnya, yang diubah menjadi karbohidrat ) kurang dari 1 % dari jumlah air yang di transpirasikan, maka sebenarnya semua perubahan bobot dapat dianggap berasal dari transpirasi. Ini dinamakan metode lisimeter.
Hanks dan peneliti lannya sudah banyak sekali mengembangkan metode sederhana ini. Lisimeter miliknya di kebun Greenville merupakan beberapa bejana yang besar ( beberapa meter kubik besarnya ) diisi penuh dengan tanah dan dikuburkan, sehingga permukan atasnya sama tinggi dengan permukaan lapangan. Bejana terebut diletakkan di dekat bantalan karet besar yang diletakkan didasarnya dan diisi air dan zat anti beku yang dihubungkan dengan pipa yang tegak keatas permukaan tanah. Tinggi cairan dalam pipa menunjukkan ukuran bobot lisimeter, maka permukaannya berubah-ubah sejalan dengan perubahan kandungan air dalam tanah dilisimeter dan dalam tanaman yang sedang tumbuh, walaupun bobotnya kecil saja di bandingkan dengan bobot tanah. Jumlah air tanah di tentukan oleh air irigasi dan jumlah hujan dikurangi evapotranspirasi, yaitu gabungan antara penguapan dari tanah dan transpirasi dari tumbuhan. Penguapan dari tanah dapat diduga dengan berbagai macam cara. Lisimeter merupakan metode lapangan paling handal untuk mempelajari evapotransipirasi, tapi memang mahal dan tidak mudah di pindah-pindahkan. Meskipun tidak diseluruh dunia, lisimeter banyak digunakan. Teknik yang lebih umum, menggunakan persamaan perimbangan air untuk menghitung evapotranspirasi dari selisih anars masukkan dan pengeluaran
Et = irigasi + hujan + pengurasan – drainase – aliran permukaan.
Dengan Et = evapo transpirasi, dan pengurasan adalah kehilangan dari cadangan tanah. Pengukuran cadangan air tangah pada awal dan akhir suatu periode menghasilkan nilai pengurasaan.
2. Metode pertukaran gas atau metode kurvet
Dalam metode ini, transpirasi dihitung dengan cara mengukur uap air di atmosfer yang tertutup yang mengelilingi daun. Sehelai daun di kurung dengan sebuah kuvet bening misalnya, dan kelembabapan suhu, dan volume gas yang masuk dan keluar kuvet di ukur.
H. Istilah Evapotranspirasi
Peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara disebut evaporasi (penguapan). Peristiwa penguapan dari tanaman disebut transpirasi. Kedua-duanya bersama-sama disebut Evapotranspirasi.
I. Kegunaan dan kerugian transpirasi terhadap tumbuhan
1. Kegunaan Transpirasi pada tumbuhan antara lain :
• Pengangkutan air ke daun dan difusi air antar sel
• Penyerapan dan pengangkutan air, hara
• Pengangkutan asimilat
• Membuang kelebihan air
• Pengaturan bukaan stomata
• Mempertahankan suhu daun
• Pengangkutan mineral
• Pertukaran energi
2. Pengaruh Transpirasi yang merugikan
Jika tanah cukup mengandung air, laju transpirasi yang tinggi, dalam jangka waktu yang pendek, tidak akan menimbulkan kerusakan yang berarti pada tumbuhan. Tetapi jika kehilangan air berlangsung terus melalui absorpsi, pengaruh traspirasi yang merugikan akan kelihtan dengan layunya daun, sebagai akibat hilangnya turgor. Tingkat kelayuan dan kehilangan air yang diperlukan untuk menimbulkan gejala kelayuan pada tumbuhan sangat beragam. Daun tipis yang umumnya terdiri dari sel parenkima yang berdinding tipis akan layu dengan cepat.
Kelayuan tumbuhan di atas tanah digolongkan sebagai layu sementara atau layu permanen. Layu sementara terjadi jika tanah masih mengandung air yang tersedia bagi tumbuhan. Kelayuan tersebut terjadi akibat kelebihan transpirasi dari absorpsi yang bersifat sementara. Tumbuhan biasanya menjadi segar kembali setelah laju transpirasi menurun. Daun yang layu pada siang hari akan segar kembali pada malam hari atau pagi berikutnya. Daun dapat juga meningkat turgornya pada siang hari jika transpirasi menurun akibat adanya awan, penurun suhu atau hujan kecil walaupun air tersebut tidak sampai menembus ke akar.
Sebaliknya, layu tetap diakibatkan oleh terjadinya kekurangan air yang berat dalam tanah. Akar tidak dapat mengabsorpsi air, maka tumbuhan akan mati kecuali jika persediaan air dalam tanah dapat ditingkatkan kembali.
Layu sementara yang terjadi berulang-ulang akan menimbulkan pengaruh yang merugikan pada metabolisme tumbuhan dan tumbuhan yang sering mengalami kelayuan akan tertekan pertumbuhannya. Penyebab utamanya adalah kekurangan air akan menghambat laju pertumbuhan jaringan muda, khususnya proses pembelahan dan pembesaran sel. Penghambatan laju pertumbuhan ini menyebabkan menurunnya penggunaan makanan oleh jaringan yang sedang tumbuh, dan pada umumnya kekurangan air selalu diikuti oleh penimbunan karbohidrat. Tingkat karbohidrat yang tinggi yang berlanjut dapat menimbulkan perubahan struktural dan perubahan fisologis permanen yang berkaitan dengan pertumbuhan yang tertekan.