BAB I
PENDAHULUAN
PENGERTIAN DAN
LINGKUP AGRONOMI
I.1 Pengertian
Agronomi dapat diistilahkan sebagai
produksi tanaman, dan diartikan suatu usaha pengelolaan tanaman dan
lingkungannya untuk memperoleh hasil sesuai tujuan. Ada dua tujuan, yaitu memaksimalkan output atau meminimalkan input agar
kelestarian lahan tetap terjaga.
Pada awal
kehidupan manusia di bumi, hanya hidup dari mencari makan dari hasil hutan
secara langsung. Perkembangan berikutnya, semakin banyak anggota kelompoknya,
lalu ada tempat untuk menetap dan mulai bercocok tanam di lahan sekitar tempat
tinggalnya dan mulai memelihara ternak dan terbentuklah pekarangan.
Setelah itu,
berkembang untuk membuka lahan di hutan untuk bercocok tanam, sehingga hanya
dapat ditanami beberapa tahun lalu pindah tempat, sering dikenal dengan lahan
berpindah.
Semakin
bertambahnya penduduk, sistem-sistem tersebut tidak dapat dipertahankan, lalu
berusaha untuk tetap mempertahankan tingkat kesuburan tanahnya dan mulai
dikenal teknik budidaya (agronomi).
Ketidakseimbangan
penambahan jumlah penduduk dibanding penambahan hasil pangan menjadi persoalan
yang dipelajari oleh bidang Agronomi. Antara lain usahanya dengan perluasan
lahan, penggunaan varietas unggul, peningkatan manajemen dalam berbagai tindak
agronomi dan pelaksanaanya.
I.2 Lingkup Agronomi
Sejak dari bidang pemuliaan,
sampai pengelolaan tanaman dan hal sangat luas, sejak benih tumbuh sampai
pengelolaan lingkungannya.
BAB II
TANAMAN
PERTANIAN, PENGERTIAN PERTANIAN
PERKEMBANGAN
PERTANIAN , DEFINISI AGRONOMI
DAN SISTEM
PERTANIAN DI INDONESIA
II.1 Tanaman Pertanian
Tanaman
pertanian dalam arti luas adalah segala tanaman yang digunakan oleh manusia
untuk tujuan apapun (Setyati, 1982)
Sehingga
mempunyai makna, yang berguna secara ekonomi maupun kehidupan manusia. Jumlah
spesies sangat banyak ± 1000 -2000. Kira-kira 10 %
penting di perdagangan dunia.
Khusus untuk penghasil pangan
lada 15 spesies.
II.2
Pengertian Pertanian
Salah satu
sektor perekonomian adalah pertanian, yang merupakan penerapan akal dan karya
manusia melalui pengendalian proses produksi biologis tumbuh-tumbuhan dan hewan,
sehingga lebih bermanfaat bagi manusia.
Tanaman
dapat diibaratkan sebagai pabrik primer karena dengan memakai bahan dasar
langsung dari a1am dapat menghasilkan bahan organik yang bermanfaat bagi
manusia baik langsung maupun tidak langsung.
II.3 Perkembangan Pertanian
Perkembangan
pertanian berhubungan erat dengan perkembangan dari setiap kondisi
masyarakatnya.
Contoh:
1.
Primitif masih dengan sistem berburu dengan mengumpulkan hasil hutan.
2.
Masyarakat yang sudah lebih maju misalnya didapatkannya api
berpengaruh terhadap
perkembangan pertanian.
3.
Setelah mengenal manajemen sederhana, juga berpengaruh dalam usaha
peningkatan kualitas tanaman dan hewan, dimulai dari penjinakan, seleksi dan
sampai ke adaptasi.
II.4 Definisi dan Pengertian Agronomi
Sadjad (1976)
Agronomi sebagai cabang ilmu-ilmu pertanian yang mencakup pengelolaan lapang
produksi dan menghasilkan produksi maksimum.
Setyati (1982)
Ilmu Agronomi merupakan ilmu yang mempelajari cara pengelolaan tanaman
pertanian dan lingkungannya untuk memperoleh produksi maksimum.
Produksi
maksimum bermaknabaik kuantitatifmaupun kualitatif.
Pengelolaan
dilakukan pada berbagai tingkatan dari sederhana sampai maju, dan pada saatnya
tingkat efektivitas dan efisiensi temyata dipengaruhi oleh tingkat
budaya manusianya.
II.5 Sistem Pertanian di Indonesia
Berdasar tingkat efisiensi teknologi yang diterapkan, ada beberapa sistem :
1. Sistem ladang : belum berkembang,
pengelolaan sangat sedikit, produktivitasnya tergantung lapisan humus
awal.
2. Sistem tegal pekarangan : di
lahan kering , pengelolaannya masih rendah ,
terdapat tanaman campuran, baik tahunan maupun musiman.
3. Sistem Sawah : teknik budidaya
tinggi , sistem pengelolaan yang sudah
baik (tanah , air dan tanaman), stabilitas kesuburannya lebih baik.
4. Sistem perkebunan : khusus
tanaman perkebunan yang menghasilkan bahan-bahan yang dapat diekspor, tingkat
manajemen sudah maju.
BAB III
PANGAN DAN KEBUTUHAN
MANUSIA
III.1 Pengertian Pangan
Pangan adalah
segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air , baik yang diolah
maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan
lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan
makanan atau minuman ( UU RI No. 7 th.1996 tentang Pangan ). Dan gizi pangan
adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, dan mineral serta tanamannya yang bermanfaat bagi
pertumbuhan dan kesehatan manusia.
Bagi tumbuhan,
pangan disintesis sendiri dengan energi sinar matahari, mikro organisme
hanya memerlukan sumber energi yang sederhana. Untuk hewan memerlukan pangan
antara lain berupa tanaman dalam bentuk molekul yang komplek.
Kekurangan
pangan, dapat menimbulkan akibat yang sulit ditoleransi, terutama pada
anak-anak balita sehingga masalah pangan menjadi sangat penting dan menentukan
tingkat kesehatan (fisik, mental, sosial).
Kekurangan
pangan di Indonesia muncul dalam bentuk: (1) Kekurangan kalori-protein (KKP); (2) Kekurangan vitamin A; (3) Gondok endemik dan
kretinin;
(4) Anemia gizi (kekurangan zat besi).
Kekurangan
pangan dan gizi, terutama pada balita dapat menurunkan kualitas manusianya,
sehingga kualitas SDM dapat sangat terbatas.
Kebijakan
pemerintah yang semula dengan program B1MAS, INMAS, INSUS, kemudian SUPRA INSUS
; Peningkatan nilai gizi konsumsi pangan melalui pogram perbaikan menu makanan
rakyat (PMMR) serta penganekaragaman bahan makanan yang bergizi.
Setelah adanya
UU RI No. 7 th.1996 tentang Pangan, Pemerintah mengenai pangan dicanangkan
dengan program ketahanan pangan yang mempunyai makna : Suatu kondisi
terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan
yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman merata dan terjangkau.
III.2 Kebutuhan Kalori Bagi Manusia
Gizi pangan
adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang
bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.
Kebutuhan
pangan bagi manusia, sebetulnya sukar ditentukan dan sangat tergantung
pemilihan bahan jumlah dan kondisinya.
Tingkat
efisiensi dalam tubuh sangat tergantung komposisi, sistem pencernaan, ukuran
tubuh, jenis pekerjaan, umur juga tingkat kesehatan manusianya.
Di Indonesia
saat ini menetapkan ketahanan pangan sebagai programnya yang bertujuan : (1)
Menjamin ketersediaan pangan dan nutrisi dalam jumlah dan mutu yang dibutuhkan;
(2) Harga terjangkau bagi setiap keluarga; (3) Dengan memperhatikan pendapatan
petani, peternak dan nelayan.
Kebutuhan
manusia akan menu pangan tergantung antara lain pada umur, misalnya: (1) Balita
membutuhkan menu yang berkualitas tinggi dengan kuantitas yang cukup; (2)
Manusia usia efektif memerlukan menu berkualitas cukup dengan kuantitas sesuai
dengan pekerjaannya; (3) Manula kebutuhan menu disesuaikan kondisinya.
Visi program ketahanan pangan: (1)
Ketersediaan pangan yang cukup, merata, aman, dan terjangkau; (2) Optimasi
sumber daya domestik melalui intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi, dan
rehabilitasi; (3) Pengolahan pangan (agroindustri) agar pendapatan meningkat;
(4) Sistem distribusi pangan; (5) Keanekaragaman pangan; (6) Taraf hidup
meningkat.
Program BIMAS,
INMAS, INSUS, SUPRA INSUS dan yang terakhir SUPRA INSUS + CORPORATE FARMING
telah berhasil mewujudkan swasembada beras tahun 1984 namun mengalami fluktuasi
sampai dewasa ini.
Penyebab
fluktuasi tersebut antara lain: (1) Iklim; (2) Organisme Pengganggu Tanaman
(OPT); (3) Bencana alam; (4) Krisis moneter; (5) Lahan produktif yang menurun;
(6) Penerapan teknik budidaya yang belum ramah lingkungan; (7) Seringkali
kurang adanya keperpihakan pada petani.
Permasalahan
umum yang dihadapi antara lain: (1) Jumlah penduduk masih meningkat; (2) Masih
ada alih fungsi tanah produktif di Jawa; (3) Bergesernya konsumsi dari beras ke
non beras; (4) Tuntutan kualitas dan kuantitas lebih besar; (5)
Rusaknya keseimbangan hayati; (6) Makin menyempitnya areal hutan terutama di
Jawa.
BAB IV
ENERGI DAN PRODUKSI
PERTANIAN
Pertanian pada
dasamya berhubungan dengan perubahan energi matahari ke dalam bentuk bahan
pangan maupun serat.
IV.1 Penggunaan energi untuk kegiatan tanaman
Energi matahari
merupakan sumber utama hubungannnya dengan pertumbuhan tanaman, sembilan puluh
persen bahan kering tanaman pertanian berasal dari perubahan carbon melalui
proses fotosintesis yang tergantung cahaya.
Belakangan ini
banyak ahli biologi yang mencoba menghitung produktivitas tanaman dengan
memperhatikan penangkapan energi matahari dan pengubahannya ke energi kimia
melalui proses fotosintesis.
Bahan dan hasil akhir proses
fotosintesis ditulis sebagai berikut:
(energi cahaya 673.000 kalori + klorofil)

Energi cahaya
matahari yang digunakan berasal dari panjang gelombang 0,4 - 0,7
mikron.
Efisiensi
fotosintesis dipengaruhi oleh laju fotosintesis.
Laju fotosintesis akan meningkat dengan meningkatnya cahaya sampai batas-batas
tertentu, walaupun laju fotosintesis meningkat dengan meningkatnya intensitas
cahaya, tetapi peningkatannya lambat sehingga efisiensi penangkapan cahaya
menurun. Apabila intensitas cahaya tinggi secara relatif lebih banyak
cahaya tegak yang dipantulkan oleh daun-daun. Masuknya cahaya ke tajuk tanaman
dipengaruhi oleh sudut datangnya sinar dan susunan daun, tajuk yang ideal untuk
distribusi cahaya mempunyai susunan daun merata, pada bagian atas tajuk
mempunyai daun-daun lebih tegak dan lebih kecil sedang daun-daun bawah tersusun
secara horizontal.
IV.2 Konsep aliran energi dalam pertanian
Dengan
menganggap tanaman sebagai alat penangkap, perubah dan penyimpan energi, maka
timbul usaha menaikkan efisiensi dan produktivitas tanaman.
Didaerah yang padat
tanaman, beberapa faktor lingkungan segera menjadi berkurang, cahaya,
kelembaban tanah dan unsur hara. Hal ini merupakan faktor pembatas dalam
pertanian, pemupukan merupakan salah satu cara yang baik untuk meningkatkan
produksi.
Efisiensi
pertanian dapat diperoleh dengan pcrbaikan tanaman melalui pemuliaan tanaman.
Salah satu
usaha untuk memperluas alat penangkap energi dengan memperpanjang musim tanam
misalnya menggunakan rumah kaca untuk tanaman yang memungkinkan input teknologi
dan modal besar seperti tanaman hortikultura di daerah iklim sedang.
Usaha mempengaruhi laju fotosintesis dengan cara pertukaran CO2
antara dedaunan dan atmosfer di sekitarnya. Di wilayah yang sebelumnya angin
kurang diperhatikan, hasil jagung dapat ditingkatkan bila barisan tanaman
diarahkan tegak lurus arah angin, sehingga pucuk tanaman tertiup angin dan
terjadi perputaran dan pencampuran udara.
BAB V
STRUKTUR
MORFOLOGI DAN FUNGSI TANAMAN
Tanaman
biasanya terdiri dari bagian akar yang berada di bawah permukaan
tanah dan pucuk (shoot) yang berada di atas tanah.
V.1 Akar
Akar biasanya
1/3 berat kering seluruh tubuh tanaman. Akar beradaptasi untuk tugasnya yaitu
absorbsi, pengukuhan tegaknya tanaman dan tempat penyimpan. Percabangan
akar komplek dan tidak teratur karena tidak berbuku serta permukaannya luas.
Bila akar
primer menjadi akar utama disebut akar tunggang dan bila akar primer berhenti
tumbuh digantikan akar adventif membentuk akar serabut. Umumnya tanaman dengan
sistem akar serabut, berakar dangkal dan peka terhadap kekeringan tetapi
responnya cepat terhadap variasi pemupukan.
Spesies tanaman
tertentu akarnya membesar dan berdaging sebagai hasil penyimpan pangan dalam
bentuk pati dan gula.
V.2 Pucuk
Pucuk (Shoot)
merupakan sumbu tengah
dengan embelan-embelan. Batang (sumbu tengah) yang menyokong dedaunan
yang menghasilkan pangan
dan menghubungkan akar yang mengabsorbsi air dan hara.
Bentuk tanaman
tegak dan batang kaku yang memiliki satu titik tumbuh aktif dianggap bentuk
normal, sedang bentuk lain dianggap penyimpangan. Modittkasi batang, hal ini
sangat berbeda dari morfologi aslinya, tetapi struktumya masih seperti batang
yaitu memiliki buku, daun (atau struktur seperti sisik dan berfungsi dalam
pengangkutan dan penyimpanan, modifikasi batang diatas tanah (crown, spur) dan
dibawah tanah ( bulb, corn, rhizome, tuber, dsb). Banyak modifikasi ini berisi
sejumlah cadangan makanan yang penting untuk pembiakan
tanaman.
Kuncup (tunas =
bud) yaitu batang yang bersifat embrionik. Kuncup merupakan sumber potensial
bagi pertumbuhan selanjutnya. Kuncup dapat menghasilkan daun, bunga atau
keduanya disebut kuncup daun, kuncup bunga dan keduanya.
Daun pada
tanaman tingkat tinggi merupakan alat fotosintesis, lembaran daun merupakan
embelan pipih pada batang sehingga memperluas permukaan untuk absorbsi cahaya.
Struktur anatomi sistem pembuluh dalam daun terdiri dan urat daun yang
bercabang-cabang, percabangan urat daun pada dikotyl seperti jala sedang pada
monokotyl sejajar.
Bunga
menunjukkan baik struktur maupun ukurannya. Sepal (calyx) yaitu kelopak
bunga yang menutupi bunga sewaktu masih kuncup. Petal (Corolla) yaitu mahkota
bunga.
Stamen yaitu
alat reproduksi jantan tersusun dari anther yang berisi tepung sari. Tepung
sari dewasa dikeluarkan lewat dinding anther yang pecah.
Pistil (terdiri dari satu atau beberapa carpel ) yaitu alat reproduksi
betina, biasanya mengandung ovule dan ovary yang mendukung style yang pucuknya
membesar disebut stigma. Ovule akan berkembang menjadi biji sedang ovary dewasa
menjadi buah.
Bunga yang
terdiri dari Sepal, Petal, Stamen dan Fistil disebut bunga lengkap.
Buah secara
botani menunjukkan ovary dewasa dan bagian lain dari bunga yang berhubungan
dengannya. Pengelompokkan buah dapat menurut jumlah, dinding ovary yang
terdapat dalam struktur tersebut.
Buah tunggal,
tersusun dari ovary tunggal. Dinding ovary atau Pericarp terdiri dari
Rxocarp (terluar), Mesocarp (tengah), Endocarp(terdalam).
Buah tunggal bila seluruh
pericarpnya berdaging disebut buah berry atau buahberi.
Buah berry yang kulit luarnya keras
(exocarp) disebut Pepo
Buah tunggal berdaging yang memiliki
endocarp seperti batu dikenal sebagai drupe atau buah batu.
Buah kering yaitu buah yang seluruh
kulitnya menjadi kering dan keras sewaktu masak, buah kering yang kulitnya
merekah waktu masak misalnya Polong pada legume, buah kering yang pericarpnya
menjadi satu dengan biji disebut caryopsis.
Buah majemuk, berasal dari bunga
yang memiliki banyak Fistil pada Receptacle yan sama. Buah individual dari buah
majemuk pada arbei (strobery), bagian berdaging yang dimakan yaitu
Receptaclenya.
V.3 Biji
Biji pada hakekatnya tanaman mini
dalam keadaan perkembangan terkekang. Biji yaitu
ovule yang masak mengandung embrio dan cadangan makanan dengan integument
terdiferensiasi menjadi testa.
Kebanyakan biji
mengandung suplai makanan yang berasal dari jaringan endosperm (jagung) dan
pada yang lain kotiledon bertindak sebagai alat penyimpan makanan.
Perkecambahan
biji menunjukkan perubahan pertumbuhan terkekang menjadi pertumbuhan aktif.
BAB VI
PERTUMBUHAN ,
PERKEMBANGAN TANAMAN
DAN FAKTOR
LINGKUNGAN
IV.1 Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan
menunjukkan pertambahan ukuran dan berat kering yang tidak dapat balik
yang mencerminkan pertambahan protoplasma mungkin karena ukuran dan jumlahnya
bertambah.
Pertambahan
protoplasma melalui reaksi dimana air, C02, dan garam-garaman
organik dirubah menjadi bahan
hidup yang mencakup; pembentukan karbohidrat (proses tbtosintesis), pengisapan
dan gerakan air dan hara (proses absorbs dan translokasi), penyusunan
perombakan protein dan lemak dari elemen C dari persenyawaan organik
(proses metabolisme) dan tenaga kimia yang dibutuhkan didapat dari respirasi.
IV.2 Perkembangan Tanaman
Perkembangan
mencakup diferensiasi sel dan ditunjukkan oleh perubahan yang lebih tinggi
menyangkut spesialisasi anatomi dan fisiologi.
Perkembangan
dari tanaman bersel banyak, terlaksana dengan proses mitosis, sel-sel
tertentu berperan dalam mengatur diferensiasi, pengaturan ini berlangsung
dengan media "utusan kimia" yang ditunjukkan oleh pengatur
pertumbuhan.
Pengatur
pertumbuhan adalah zat organik yang keaktifannya jauh berlipat seperti hormon
yang dikenal adalah auksin, giberelin, dan citokinin. Perpanjangan sel, contoh
dari diferensiasi anatomi yang secara langsung dipengaruhi oleh konsentrasi
auksis, fototropisme, pembengkokan ke arah cahaya dari kecambah akibat
penyebaran auxin yang tidak merata dan penghambatan sintesa auxin pada titik
tumbuh oleh cahaya. Dominasi pucuk yaitu penghambatan pada pertumbuhan
tunas dibawahnya, nampaknya merupakan fungsi dari distribusi auxin.
Giberelin ditemukan dari studi
mengenai pertumbuhan yang berlebihan dari padi yang diserang suatu jenis
cendawan.
Pengaruh pertumbuhan pada banyak tipe tanaman roset. Pemberian sedikit saja
mengubah tipe semak ke tipe menjalar, pengaruh proses perkembangan terutama
yang dikendalikan oleh suhu dan cahaya termasuk dormansi biji.
Sitokinin kelompok zat kimia yang mempengaruhi pembelahan sel. Kebanyakan
sitokinin adalah purin. Banyak kinin ditemukan dalam penelitian menyangkut kultur
jaringan. Sel-sel yang sudah tidak
membelah, bila diberi kinetin dapat membelah lagi. Kinin dan auksin
berinteraksi dalam mempengaruhi diferensiasi. Konsentrasi auksin tinggi dan kinin rendah menimbulkan
perkembangan tunas. Sitokinin terdapat dalam buah dan biji (misalnya endosperm
jagung dan air kelapa)
IV.3 Fase -fase pertumbuhan dan karbohidrat
Fase vegetatif;
terutama perkembangan akar, batang dan daun. Fase ini berhubungan dengan 3
proses : pembelahan sel, perpanjangan sel dan tahap pertama diferensiasi.
Pembelahan sel, memerlukan karbohidrat dalam
jumlah besar, karena dinding sel terbentuk dari selulosa dan protoplasmanya
dari gula. Pembelahan sel terjadi dalam jaringan merismatis pada titik tumbuh
batang daun ujung akar dan kambium.
Perpanjangan sel terjadi pada
pembesaran sel, proses ini membutuhkan; (1)
Pemberian air; (2) Hormon untuk merentangkan dinding sel; (3) Tersedianya gula.
Fase
reproduktif: terjadi pada pembentukan dan perkembangan kuncup bunga, buah dan
biji atau pada pembesaran dan pendewasaan struktur penyimpan makanan.
Fase ini
berhubungan dengan proses: (l) Pembelahan sel relatif
sedikit; (2) Pendewasaan jaringan;
(3) Penebalan serabut; (4) Pembentukan hormon untuk perkembangan kuncup bunga;
(5) Perkembangan kuncup bunga, buah dan biji serta alat penyimpan; (6)
Pembentukan koloid hidrofilik.
Fase
reproduktif ini memerlukan suplai karbohidrat, sehingga karbohidrat yang
digunakan untuk perkembangan akar, batang, dan daun sebagian disisakan untuk
perkembangan bunga, buah dan biji serta alat penyimpan.
Perimbangan rase vegetatif,
reproduktif dan tipe pertumbuhan.
Umumnya semua tanaman memerlukan
dominansi dari fase vegetatif selama tahap semai. Setelah tahap ini, dapat
dibedakan ke dalam 3 kelompok:
a. Tanaman
berbatang basah yang memerlukan dominansi fase vegetatif
selama
tahap pertama hidupnya dan dominansi fase reproduktif selama
masa
akhir hidupnya.
b. Tanaman berbatang basah
yang tidak memerlukan dominansi dari kedua
kedua
fase vegetatif maupun reproduktif
c.
Tanaman berkayu yang memeriukan dominansi fase vegetatif selama
tahap pertama tiap musim dan dominansi fase reproduktif selama bagian
akhir musim.
IV.4 Faktor Lingkungan Dalam Kehidupan
Tanaman
Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan tanaman ialah faktor tanah, suhu, dan cahaya.
Peranan tanah tergantung pada kondisi mineral organik, bahan organik tanah,
organisme tanah, atmosfer tanah dan air tanah. Dalam hal ini tingkat kesuburan tanah
(kimiawi, fisik, dan biologis) sangat menentukan pertumbuhan, perkembangan dan
produksi tanaman.
Peranan suhu sebagai pengendali proses-proses fisik dan kimiawi yang
selanjutnya akan mengendalikan reaksi biologi dalam tubuh tanaman. Misalnya suhu
menentukan laju difusi dari gas dan zat cair dalam tanaman. Kecepatan reaksi kimia sangat dipengaruhi suhu, suhu makin tingg dalam
batas tertentu reaksi makin cepat. Disamping itu suhu juga berpengaruh pada
kestabilan sistem enzim.
Cahaya matahari sebagai sumber energi primer di muka bumi, sangat menentukan
kehidupan dan produksi tanaman. Pengaruh cahaya
tergantung mutu berdasarkan panjang gelombang (antara panjang gelombang 0,4 –
0,7 milimikron). Sebagai sumber energi pengaruh cahaya ditentukan oleh
intensitas cahaya maupun lama penyinaran (panjang hari). Reaksi cahaya dari
tanaman (fotosintesis, fototropisme, dan fotoperiodisitas) didasarkan atas
reaksi fotokimia yang dilaksanakan oleh sistem pigmen spesifik.
BAB VII
PEMBIAKAN
TANAMAN
Tanaman perlu pembiakan dalam rangka mempertahankan jenisnya dan peningkatan
produksinya. Ada dua cara pembiakan tanaman ialah: (1) Secara
generatif/reproduktif (secara kawin) dengan menggunakan benih (biji yang
memenuhi persyaratan sebagai bahan tanaman; (2) Secara vegetatif (secara tak
kawin) dengan menggunakan organ vegetatif.
VII.1 Pembiakan Generatif
Pembentukan biji melalui proses penyerbukan
(jatuhnya tepung sari pada kepala putik) kemudian dilanjutkan dengan pembuahan
(peleburan antara gamet jantan dari tepung sari dan gamet betina dari putik).
Dalam kontek agronomi, benih sebagai bahan tanaman merupakan biji yang
diproduksi, diproses, dan diuji dengan metode standar sehingga memenuhi
persyaratan sebgai bahan tanaman. Peran teknologi benih (merupakan rangkaian
kegiatan sejak produksi, pemanenan, pengeringan, pengolahan/prosesing,
pengujian sampai dengan sertifikasi benih) sangat strategis dalam rangka
penyediaan benih bermutu dalam jumlah dan saat yang dibutuhkan.
Sungguh disayangkan di Indonesia
sampai dewasa ini perhatian sebagian besar masih terbatas pada benih ortodok,
sedangkan perhatian pada benih rekalsitran masih reatif terbatas. Padahal
mengingat keanekaragaman tanaman buah-buahan tropik yang ada, sangat potensial
untuk dikembangkan.
VII.2 Pembiakan Vegetatif
Cara pembiakan vegetatif meliputi: (1) Secara alami dengan penggunaan biji
apomiktik (terbentuk tanpa pembuahan dan merupakan bentuk vegetatif) dan
penggunaan organ-organ khusus tanaman (hasil modifikasi batang atau akar,
misalnya: bulb, tuber, rhizome, dll); (2) Secara buatan dengan stimulasi akar
dan tunas adventif ialah ”layerage”, ”cuttage”, atau setek, penyambungan
tanaman dan kultur jaringan.
Pada ”layerage” stimulasi saat organ vegetatif masih bersatu dengan tanaman,
misalnya, ”layerage” di atas tanah (cangkokan). Stimulasi pada setek saat organ
vegetatif sudah dipisahkan dari tanaman, misalnya setek akar, setek batang,
setek daun, dan setek tunas/mata tunas.
Pengertian
penyambungan adalah menyambung suatu bagian tanaman (pupuk/mata tunas) pada
bagian tanaman lain sehingga menyatu dan tumbuh menjadi tanaman baru.
Penyambungan tanaman bisa dalam bentuk ”grafting” (batang atas berupa pucuk), ”budding atau okulasi” (batang atas
berupa mata tunas), susuan (saat penyambungan batang bawah dan atas masih pada
tanaman masing-masing.
Salah satu
keuntungan penyusuan tanaman adalah tingkat keberhasilannya lebih tinggi.
Dibandingkan pada ”grafting” dan okulasi. Disamping itu daya adaptasi tanaman
batang atas dapat lebih luas. Dibanding tanda batang bawah spesies tanaman
lain. Apabila dalam budidaya tanaman ada kesulitan dalam menggunakan benih dan
berbagai cara perbanyakan vegetatif, maka penggunaan bibit dari kultur jaringan
dianggap jalan keluar yang perlu ditempuh.
BAB VIII
TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN
Agronomi
merupakan istilah yang tidak asing lagI di bidang pertanian. Istilah itu
belakangan ini diartikan sebagai usaha dalam membudidayakan tanaman-tanaman
pertanian atau sering disebut dengan budidaya pertanian. Dalam membudidayakan
tanaman yang di dasar ialah produksi yang tinggi baik mutu maupun jumlahnya.
Dalam rangka mendapatkan produksi tinggi (jumlah dan mutu) perlu penerapan yang
dikenal dengan panca usaha tani yang meliputi: (1) penyediaan bahan tanaman
(benih/bibit) bermutu tinggi yang berasal dari klon/kultivar unggul; (2)
pengolahan tanah; (3) pengairan; (4) pemupukan; (5) perlindungan tanaman.
VIII.1 Penyediaan Bahan Tanaman
Bermutu Tinggi
Bahan tanam
(benih/bibit yang bermutu tinggi) sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil
panen yang tinggi. Bahan tanam merupakan suatu awal keberhasilan suatu proses
produksi. Tidak ada gunanya kita memupuk, menyiangi dan menyiram apabila bahan
tanamannya tidak bermutu tidak akan dapat diperoleh hasil panen yang maksimum.
Benih yang
berkualitas adalah yang mempunyai sifat-sifat antara lain tingkat kemurnian
genetik dan fisik yang tinggi, sehat dan kadar air aman dalam penyimpanan.
Kultivar unggul
diperoleh dengan cara seleksi mutasi maupun persilangan antara tetua yang
mempunyai sift-sifat genetik unggul.
Penggunaan
kultivar unggul introduksi dari luar negeri, perlu diperhatikan masalah
adaptasinya. Yang ideal sifat-sifat unggul dari
luar negeri dikombinasikan sifat unggul nasional/lokal, akan memperkaya plasma
nutfah di dalam negeri.
Pemanfaatan
kultivar unggul lokal yang sudah teruji daya adaptasinya, akan mendukung
pelestarian dan pengembangan plasma nutfah dan merupakan salah satu faktor
pendukung terwujudnya pertanian berkelanjutan. Kultivar unggul pada umumnya
memerlukan unsur hara yang banyak, agar dapat memberikan hasil sesuai
potensinya. Yang perlu segera dikembangkan adalah kultivar-kultivar unggul
hemat unsur hara (tidak manja). Dengan demikian akan menghemat sumber daya alam
bahan pupuk.
VIII.2 Pengolahan Tanah
Pengolahan
tanah bertujuan: untuk menyediakan lahan agar siap bagi kehidupan tanaman
dengan meningkatkan kondisi fisik tanah. Karena tanah merupakan faktor
lingkungan yang mempunyai hubungan timbal balik dengan tanaman yang tumbub
padanya.
Faktor lingkungan tanah meliputi:



Pelaksanaan pengolahan tanah pada prinsipnya adalah tindakan pembalikan,
pemotongan, penghancuran, dan perataan tanah. Struktur tanah yang semula padat diubah menjadi gembur, sehingga sesuai
bagi perkecambahan benih dan perkembangan akar tanaman. Bagi lahan basah
sasaran yang ingin dicapai adalah lumpur halus, yang sesuai bagi perkecambahan
benh dan perkembangan akar tanaman. Alat pengolahan tanah mulai yang
tradisional sampai modern (mekanisasi).
Berdasarkan tingkat intensifitasnya ada beberapa pengolahan tanah:
1. Pengolahan tanah O (Zero Tillage)
sering disebut Tanpa Olah Tanah (TOT). Penaburan benih kedelai pada lahan sawah
bekas padi tanpa pengolahan tanah terlebih dulu, untuk memanfaatkan kelembaban
tanah.
2. Pengolahan tanah minimum (Mimimum
Tillage). Bagian tanah yang diloah hanya pada calon zona perakaran dengan
kelembaban dan suhu yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
3. Pengolahan tanah optimum (Optimum
Tillage). Pengolahan hanya dilakukan pada lajur tanaman saja (sistem Reynoso
untuk tanaman tebu).
4. Pengolahan tanah maksimum
(Maximum Tillage). Pengolahan secara intensif seluruh areal pertanahan menjadi
gembur dan permukaan tanah rata.
Makin minim
(tidak intensif) cara pengolahan tanah, akan makin mampu menangkal erosi.
Dengan demikian makin mendukung kelestarian kesuburan tanah disamping lebih
menghemat biaya dan waktu.
VIII.3 Pengairan
Pengairan mengandung arti memanfaatkan dan menambah
sumber air dalam tingkat tersedia bagi kehidupan tanaman. Apabila air terdapat
berlebihan dalam tanah maka perlu dilakukan pembuangan (drainase), agar tidak
mengganggu kehidupan tanaman.
Pengairan pada tanaman dapat dilakukan dengan cara: (1) Pengairan di atas
tanah; (2) Pengairan di dalam tanah (sub irrigation); (3) Pengairan denagn
penyemprotan (sprinkler irrigation); dan (4) Pengairan tetes (drip
irrigation).
Pengairan
permukaan menggunakan selokan dengan aliran lambat agar tidak terjadi erosi berat.
Penggenangan kontur dilakukan bila tanah cukup kemiringannya, sehingga terjadi
genangan yang bertingkat tingginya karena dibatasi dengan galengan yang
bertahap dan teratur. Laju pemberian air hendaknya berkesinambungan dengan
bagian tanah yang dapat menyerapnya, oleh karenanya frekuensi pengairan akan
efektif bila diberikan sebelum kelembaban tanah menjadi penghambat pertumbuhan
tanaman.
Dalam keadaan
tanah kering maka pemberian air dapat berjumlah lebih banyak dibanding pada
tanah basah. Tanah yang memperoleh air pengairan, maka air dapat masuk ke dalam
tanah (inflitrasi) dan air dapat lalu lewat tanah itu (perkolasi). Dalam air
pengairan dikenal istilah air bebas yaitu air yang tidak diikat dan lalu dengan
bebas kebawah karena gaya gravitasi. Bila sebagian air tetap didalam pori-pori
tanah maka disebut air kapiler yang terikat dalam pori tersebut oleh tekanan
permukaan dan daya adesinya. Air kapiler dan air bebas ini keduanya dapat
dipergunakan oleh tanaman. Penggunaan air tersebut juga tergantung dari banyaknya
akar, dan laju pengambilan air meningkat dengan makin meningkatnya kekeringan.
Mengingat makin
terbatasnya sumber air, maka langkah-langkah penghematan (peningkatan
keefisienan) penggunaan air dalam budidaya tanaman, perlu dilakukan secara
simultan dan terus menerus. Langkah-langkah tersebut antara lain melalui
pergiliran tanaman (padi dan palawija/sayuran di lahan sawah), pemanfaatan
mulsa (diutamakan mulsa organik) di laahn kering pada musim kemarau, sistem
tanpa olah tanah (TOT) di akhir musim hujan, pemanfaatan air tanah, penerapan
pengairan tetes, dll. Dengan langkah-langkah tersebut kelestarian sunber daya
alam air akan lebih terjamin.
VIII.4 Pemupukan
Tujuan pemupukan adalah meningkatkan pertumbuhan
dan mutu hasil tanaman. Pemupukan diberikan pada saat tanaman menunjukkan
sejumlah kebutuhan unsur hara agar diperoleh keefisienan yang maksimal.
Pemberian pupuk padat dilakukan dengan cara ditugal, disebar di atas tanah atau
di sebelah tanaman, sedangkan pemberian pupuk daun.
Dengan cara menyemprotkan pada daun, bersama air disemprotkan sebagai perlakuan
tambahan. Pemupukan secara disebar mempunyai kelemahan bahwa pupuk mudah
menguap ataupun terikat dalam tanah. Sebenarnya tanah merupakan sumber unsur-unsur
hara. Suatu hasil yang tinggi dari tanaman akan mengangkut keluar unsur lebih
banyak daripada tanaman yang berdaya hasil rendah.
Unsur-unsur esensial yaitu unsur penting bila ditiadakan maka pertumbuhan
tanaman dapat terhenti. Pada saat
kekurangan nampak gejala defisiensi, dan fungsi unsur tertentu tidak dapat
digantikan oleh unsur lain. Unsur esensial makro ialah unsur penting yang
dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak agar siklus hidupnya tidak terhenti
seperti N, P, K, Ca, Mg, H dan O, sedangkan unsur esensial mikro ialah
unsur penting yang dibutuhkan
tanaman dalam jumlah sedikit agar siklus hidupnya tidak terhenti, meliputu Fe,
Mn, Zn, Cu, Cl, Mo dan B.
Konsekuensi penggunaan kultivar unggul berpotensi hasil tinggi (terutama
kultivar ”manja”) adalah pemberian pupuk dalam jumlah banyak. Apabila yang
digunakan pupuk anorganik dan diberikan terus-menerus tanpa diimbangi pupuk
organik, maka akan menyebabkan kerusakan fisik dan keseimbangan hayati tanah.
Kesehatan dan produktivitas tanah cenderung menurun sehingga menjadi kendala
terwujudnya pertanian berkelanjutan.
Dalam rangka melestarikan kesuburan tanah (kimiawi, fisik dan hayati) dan
mencegah pencemaran air tanah, maka sistem pemupukan hayati perlu ditingkatkan
dan dikembangkan karena efeknya yang ramah lingkungan. Pendekatannya dengan
pemanfaatan input lokal (pupuk kandang, pupuk hijau, pupuk kompos, pupuk
kascing, pupuk guano, dll) dan input luar yang ramah lingkungan misalnya
pemanfaatan bakteri Rhizobium (pada kacang-kacangan), cendawan Micoriza (pada
padi-padian) dan pupuk organik cair.
Peletakan Pupuk
Pupuk Nitrogen
yang dalam bentuk mudah larut, perlu diletakkan dekat dengan biji tanaman
sebagai pemacu tumbuh. Bila pemberian secara sebar maka kemungkinan penguapan
cukup besar dan dapat menyebabkan peningkatan pertumbuhan gulma. Pada tanah
basah yang memudahkan pupuk N mudah menguap maka dapat diatasi dengan peletakan
yang agak dalam.
Pupuk Fosfor, yang diberikan
dalam bentuk fosfat dapat larut dalam air tanah asam merupakan pemupukan yang
cukup efisien bila diberikan secara jalur.
Pupuk Kalium, peletakan yang
terlalu dekat dari pupuk kalium khiorida akan menyebabkan kerusakan asmotik
pada biji tanaman.
Pupuk Daun,
pada umumnya diberikan bagi pupuk yang mengandung unsur mikro seperti Fe, Cu
dan Mn. Namun penyemprotan pupuk N juga dilakukan pada tanaman yang sudah
tumbuh lanjut.
VIII.5 Perlindungan Tanaman
Pada
budidaya tanaman faktor organisme pengganggu tanaman (OPT) baik berupa hama
(insekta, tikus, burung jenis tertentu, dll) dan mikroba penyebab penyakit
(cendawan, bakteri, virus) sebagai perusak (secara fisik, kimiawi, dan
biologik) maupun gulma sebagai kompetitor tanaman (persaingan dalam mendapatkan
unsur hara, air, energi cahaya matahari, CO2, O2, ruang
hidup) disertai zat allelopati yang dikeluarkannya, sangat menentukan tingkat
produksi dalam jumlah maupun mutu. Tingkat dampak gangguan pada tanaman sejak
yang paling ringan berupa hambatan pertumbuhan/perkembangan, penurunan produk
(jumlah dan mutu), kerusakan fatal sehingga gagal panen (ledakan hama tikus di
era enam puluhan dan hama wereng di era tahun tujuh puluhan pada tanaman padi)
bahkan kematian total tanaman (ledakan hama kutu loncat pada lamtoro local di
era tahun delapan puluhan).
Kejadian
tersebut di atas minimal suatu ilustrasi tentang besarnya tingkat gangguan pada
keseimbangan hayati di alam, sehingga populasi musuh alam (antara lain predator
dan parasit) sudah tidak seimbang lagi dengan populasi hama-hama tersebut di
atas. Kondisi tersebut dipicu terutama oleh penggunaan pestisida kimia murni
yang tidak terkendali, sehingga pencemaran atmosfer akan menekan kehidupan
musuh-musuh alami hama.
Beberapa
cara pengendalian organisme pengganggu yang dikenal antara lain: (1) Cara
teknik budidaya dititikberatkan pengurangan populasi musuh alami (menghilangkan
tanaman/bagian yang terserang, pergiliran tanaman, pengaturan populasi tanaman,
karantina tanaman/tumbuhan, tanaman campuran); (2) Cara fisik (menghilangkan
binatang hama dari tanaman, pencabutan gulma, penggunaan zat penarik,
penggunaan penangkap hama, perlakuan panas untuk penyebab penyakit); (3) Cara
hayati (pemanfaatan predator dan parasit, penggunaan tanaman resisten,
pemanfaatan binatang pengusir hama); (4) Cara kimiawi dengan pestisida kimia murni
di satu sisi positifnya adalah efek lebih cepat tampak dan praktis dalam
penanganan. Tetapi aplikasi yang tidak tepat (takaran, cara, intensitas dan
saat) justru dampak negatifnya akan dirasakan jangka panjang dalam bentuk
pencemaran (atmosfer, tanah dan air), residu pada produk tanaman, keracunan
pada manusia dan hewan, resistensi pada hama dan penyebab penyakit. Cara pengendalian inilah yang sangat mengancam kelestarian sumber daya alam
keseimbangan hayat di alam. Penggunaan cara kimia tersebut sebaiknya dilakukan
apabila cara lain yang lebih ramah lingkungan kurang berhasil. Penggunaan dan pengembangan pestisida hayat dianggap dapat menutup
kelemahan pestisida kimia murni.
Budidaya tanaman ganda
1.
Multiple Cropping
Penanaman lebih dari jenis tanaman
pada sebidang tanah yang sama dalam satu tahun, yang termasuk dalam sistem
tanaman ganda yaitu Inter Cropping, Mixed Cropping dan Relay Cropping.
a. Inter Cropping
Penanaman
serentak dua atau lebih jenis tanaman dalam barisan berselang-seling pada
sebidang tanah yang sama. Sebagai contoh tumpang sari antara Sorghum dan
tanaman kacang tunggak dan antara tanaman ubi kayu dan jagung atau kacang
tanah.
b. Mixed Cropping
Penanaman dua
atau lebih jenis tanaman secara serentak dan bercampur pada sebidang lahan yang
sama. Sistem tanam campuran lebih banyak diterapkan dalam usaha pengendalian
hama dan penyabab penyakit.
c. Relay Cropping
Penanaman sisipan adalah penanaman
suatu jenis tanaman kedalam pertanaman yang ada sebelum tanaman yang ada
tersebut dipanen, atau dengan istilah lain suatu bentuk tumpang sari dimana
tidak semua jenis tanaman ditanam pada waktu yang sama.
Sebagai contoh : padi gogo dan
jagung ditanam bersamaan kemudian ubi kayu ditanam sebagai tanaman sela satu
belan atau lebih sesudahnya.
2. Sequantial Cropping
Penanaman lebih dari satu jenis
tanaman pada sebidang lahan dalam satu tahun, dimana tanaman kedua ditanam
setelah tanaman pertama dipanen. Demikian juga kalau ada tanaman ketiga,
tanaman ditanam setelah tanaman kedua dipanen.
DAFTAR
PUSTAKA
Asparno Mardjuki, 1990, Pertanian dan Masalahnya, Andi Offset, Yogyakarta
Gardner, F.P., R. Brent Pearce dan Roger
Mitchell, 1991, Fisiologi Tanaman Budidaya, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta
Harjadi, Sri
Setyati, 1982, Pengantar Agronomi, PT. Gramedia, Jakarta
Hasan Basri
Jumin, 1991, Dasar-dasar Agronomi, CV. Rajawali, Jakarta
Hendarto
Kuswanto, 2003, Teknologi Pemprosesan, Pengemasan dan Penyimpanan Benih, Penerbit
Kanisius, Yogyakarta
Yusnita, 2003, Kultur
Jaringan, Agromedia, Pustaka, Jakarta
Kamil, J, 1982,
Teknologi Benih I, Universitas Andalas, Padang
Mahida, U.N.,
1984, Pencemaran air dan Pemanfaatan Limbah Industri, Kata Pengantar
Otto Soemarwoto, Penerbit CV. Radjawali, Jakarta
Moenandir, J.,
1994, Agronomi, Fakultas Pertanian, UNIBRAW, Malang
Nuryadi, 1978,
Kumpulan Makalah Lokakarya, Pola Tanam Tumpanggilir, Cipayung
Orchard, P.W. and D.C. Goodwin,
1979, Environmental Factors, Plant and Crop Growth, University of New
England (AAUCS)
Rachman
Sutanto, 2002, Penerapan Pertanian Organik, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta
Reijntjes,
Coen., Bertus Haverkort dan Ann Waters Bayer, Pertanian Masa Depan, Pengantar
Untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta
Rinsema, W.T.,
1983, Pupuk dan Cara Pemupukan, Terj. H.M. Saleh, Penerbit Bhratara
Karya Aksara, Jakarta
Rochiman,
Koesriningroem dan Sri Setyati Harjadi, 1973, Pembiakan Vegetatif,
Departemen Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Sadjad, S.,
1976, Agronomi Umum, Departemen Agronomi, Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor
Salisbury,
F.B. and C.W. Ross, 1992, Plant Physiology. Wadsworth
Publishing Company, Belmont, California